CERITA PENDEK | Ia begitu tengelam dalam pikirannya hingga ia tidak menyadari bahwa seseorang berdiri di belakangnya. "Yuri, kenapa kamu di sini?"
Seketika gadis itu tersadar dan melihat ke arah salah seorang temannya, Wang Yao. "Ah, Yao. Aku hanya hendak menunjukan sekolah kepada murid baru," jawab Yuri.
Yao menganguk sebelum melihat ke arah Blade. "Ah, aku hanya ingin memberitahu Arthur memintamu pulang terlebih dahulu karena ia akan sedikit sibuk hari ini." Yuri menganguk.
Yuri menghela nafas begitu bel berbunyi menandakan sekolah hari itu telah usai. Ia sama sekali tidak bisa berkonsentrasi hari itu.
Pikirannya kembali kepada nama yang diberitahukan Blade kepada dirinya. Topaz.
Ada beberapa nama yang terus tergiang di kepalanya sejak ia mendengar nama itu. Lante, Dean, Yuria, Yuu dan Yunlu.
Ia tidak tahu kenapa tapi keenam nama itu terdengar begitu familiar begitu dekat seakan ia mengucapakannya tiap hari. Terutama nama Yunlu.
Dan di saat yang sama ada perasaan hangat di dadanya ketika ia mengingat nama itu dan bahkan ia sempat ingin menangis karena perasaan itu.
"Mau pulang bersama, Topaz?" tanya Blade (ia tahu itu Blade karena nama itu hanya diketahui satu orang saja. Yaitu Blade sendiri).
Yuri menganguk sebelum menyimpan semua peralatanannya.
Perjalanan pulang mereka bisa dideskripsikan dengan satu kata. Hening.
Tidak ada satu patah kata pun keluar dari mulut mereka. Keduanya hanya berjalan dalam diam hingga mereka tiba di depan rumah Yuri yang kosong.
"Apa kamu sudah memikirkan perkataanku, Topaz? Nama-nama itu kembali muncul di pikiranmu. Nama yang begitu familiar seperti halnya Lante, Dean, Yuria, Yuu dan Yunlu."
Seketika tas yang dipegang Yuri jatuh karena ia terkejut mendengar perkataan Blade. Bagaimana ia tahu apa yang ia ingat?
"Itu hanya sebagian ingatanmu, Topaz. Begitu kamu mengingatnya lebih baik aku akan memberitahumu kenyataan yang ada kepadamu," jawab Blade sebelum berjalan pergi.
"Tuan putri, maaf tapi pangeran Yunlu..." Dunia Topaz serasa hancur berantakan ketika ia mendengar perkataan dokter di depannya itu.
Yunlu, Yunlu yang merupakan her 'other half' sudah tidak ada lagi di dunia itu. Yunlunya tidak akan ada di sisinya lagi untuk tersenyum dan tertawa bersamanya.
Air mata menetes keluar dari matanya bahkan sebelum ia menyadari hal itu dan kakinya segera berlari ke kamar tempat Yunlu tertidur untuk selamanya.
Ia bahkan tidak bisa mendengar apa pun yang dikatakakan orang lain.
Seketika Yuri terbangun dari mimpinya. Keringatnya bercucuran dan ia bisa merasakan air mata membasahi kedua pipinya akibat mimpi yang begitu nyata itu.
Untuk pertama kalinya mimpinya berubah menjadi mimpi buruk yang membuat ia menangis suatu hal yang tak pernah ia lakukan sebelumnya.
0 comments:
Post a Comment